.:: Main Menu ::.

Saturday, March 26, 2011

Kisah Nabi Muhammad S.A.W (Part 6)

Setelah sampai di Bushra ia bertemu dengan agama Nasrani Syam. Ia bicara dengan rahib-rahib dan pendeta-pendeta agama itu, dan seorang rahib Nestoria juga mengajaknya bicara. Barangkali dia atau rahib-rahib lain pernah juga mengajak Muhammad berdebat tentang agama Isa, agama yang waktu itu sudah berpecah-belah menjadi beberapa golongan dan sekta-sekta seperti sudah kita uraikan sebelum ini.

Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karekter yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah.



Dalam perjalanan kembali, kafilah itu singgah di Marr'-z-Zahran. Ketika itu Maisara berkata: "Muhammad, cepat-cepatlah kau menemui Khadijah dan ceritakan pengalamanmu. Dia akan mengerti hal itu."

Muhammad berangkat dan tengah hari sudah sampai di Mekah. Ketika itu Khadijah sedang berada di ruang atas. Bila dilihatnya Muhammad di atas unta dan sudah memasuki halaman rumahnya, ia turun dan menyambutnya. Didengarnya Muhammad bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkan. Sesudah itu Maisara pun datang pula yang lalu bercerita juga tentang Muhammad, betapa halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.

Perkawinannya Dengan Khadijah

Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia yang sudah berusia empat puluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia membicarakan hal itu kepada saudaranya yang perempuan, kata sebuah sumber, atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya, kata sumber lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: "Kenapa kau tidak mau kahwin?"

"Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan," jawab Muhammad.

"Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta, terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kau terima?"

"Siapa itu?"

Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: "Khadijah."

"Dengan cara bagaimana?" tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy.

Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: "Serahkan hal itu kepadaku," maka iapun menyatakan persetujuannya. Tak lama kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga Khadijah guna menentukan hari perkahwinan.

Kemudian perkahwinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum Perang Fijar. Hal ini dengan sendirinya telah membantah apa yang biasa dikatakan, bahawa ayahnya ada tapi tidak menyetujui perkahwinan itu dan bahawa Khadijah telah memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan dengan begitu perkahwinannya dengan Muhammad kemudian dilangsungkan.


(Sumber Asal: http://rasulullahsaw.atwiki.com/page/NABI%20MUHAMMAD%20SAW )

0 comments:

Post a Comment

.:: Post Rating ::.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...