.:: Main Menu ::.

Saturday, April 9, 2011

Kisah Nabi Muhammad S.A.W. (Part 8)

Pergaulan Muhammad dengan penduduk Mekah tidak terputus, juga partisipasinya dalam kehidupan masyarakat seharian. Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk kerana bencana banjir besar yang turun dari gunung, pernah menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka'abah yang memang sudah rapuk. Sebelum itupun pihak Quraisy memang sudah memikirkannya. Tempat yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja Quraisy merasa takut, kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi beratap, dewa Ka'abah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman Jahilliah keadaan mereka diliputi oleh pelbagai macam lagenda yang mengancam barangsiapa yang berani mengadakan sesuatu perubahan. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.



Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih serba takut-takut dan ragu-ragu. Suatu peristiwa kebetulan telah terjadi sebuah kapal milik seorang pedagang Rumawi bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum ini seorang ahli bangunan yang mengetahui juga soal-soal perdagangan. Sesudah Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah Al-Walid bin'l-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jidah. Kapal itu dibelinya dari pemiliknya, yang sekalian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Mekah guna membantu mereka membangun Ka'abah kembali. Baqum menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Mekah ada seorang Kopti yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahawa dia pun akan bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.

Sudut-sudut Ka'abah itu oleh Quraisy dibagi empat bahagian. Setiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu, khuatir akan mendapat bencana. Kemudian Al-Walid bin'l-Mughira tampil ke depan dengan sedikit takut-takut. Setelah ia berdoa kepada dewa-dewanya mulai ia merombak bahagian sudut selatan. Tinggal lagi orang menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tuhan nanti terhadap Al-Walid. Tetapi setelah ternyata sampai pagi tak terjadi apa-apa, merekapun ramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Dan Muhammad ikut pula membawa batu itu.

Setelah mereka berusaha membongkar batu hijau yang terdapat di situ dengan pacul tidak berhasil, dibiarkannya batu itu sebagai fondasi bangunan. Dan gunung-gunung sekitar tempat itu sekarang orang-orang Quraisy mulai mengangkuti batu-batu granit berwarna biru, dan pembangunan pun segera dimulai. Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu di tempatnya. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara kerananya. Keluarga Abd'd-Dar dan keluarga 'Adi bersepakat takkan membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abd'd-Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah mereka. Kerana itu lalu diberi nama La'aqat'd-Dam, yakni 'jilatan darah.'

Abu Umayya bin'l-Mughira dari Banu Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka, dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu, ia berkata kepada mereka: "Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."

Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin; kami dapat menerima keputusannya."

Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepadanya. Baginda pun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu.

Baginda berfikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya: "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini." Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan.

Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan.


Bersambung...


(Sumber Asal: http://rasulullahsaw.atwiki.com/page/NABI%20MUHAMMAD%20SAW )

0 comments:

Post a Comment

.:: Post Rating ::.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...